Monday, December 27, 2004

Sepi hati, sepinya diri
Berwaktu-waktu
memaksakan diri
Bertahan pada mimpi yang tak lagi memiliki hati
Sebaiknya memang aku
tak perlu lagi peduli
Pada tanggung jawab

Dan semua cerita usang ini
Hingga hidup tak lagi sunyi...


(Jakarta, 06:51 PM, 26 Desember 2004)
Terkadang

Terkadang aku rindu padamu
Ketika sepi yang serta merta membungkus
Ketika hastrat yang sesak menjadi hampa
Dan kau mengisinya dengan mimpi-mimpi dari masa lalu

Terkadang aku begitu merindunya padamu
Kepadamu yang selalu kutinggal pergi
Tinggal bersama cita-cita tentang kita

Yang tak pernah mampu kujalani


(Tj. Duren, 06:36 PM, 26 Desember 2004)

Thursday, December 23, 2004

Pelita hati
Yang seketika meredup
Ketika badai menjelang
Ketika hidup yang semakin suram
Dan langkah yang tersurut
Untuk kemudian terhenti
Lalu mati...



(Tj. Duren, 07:06 AM, 23 Desember 2004)
Ada saatnya kita harus mati
Tapi tidak bunuh diri...


(Tj. Duren, 07:00, 23 Desember 2004)

Wednesday, November 17, 2004

Tidak Seperti Ini
Kita seperti orang gila
yang berteriak marah, yang menangis tersedu
Yang memaki-maki pada telepon
Aku disini lalu engkau beratus kilometer disana
Dan itu tak cukup untuk bisa memahami kondisi
Untuk bisa membuat sebuah penilaian
Bahwa kita adalah hati yang saling menzalimi

Hanya suara yang terhantarkan
Suara yang hinggap sebentar ditelinga
Untuk kemudian hilang terbawa angin
Yang menjadi kabar yang kabur
Yang menjadi kecurigaan yang berlebihan

Kita hanya membutuhkan sebuah pertemuan
Lalu melihat dengan mata, untuk kemudian tersimpan dihati
Bukan seperti ini, perdebatan yang tak berujung...


(Lembang, 11:06 PM, 16 November 2004)

Tuesday, November 16, 2004

Aku lelah menjadi seperti ini
Meniti waktu menuju mimpi-mimpi yang semu
Menyangkal realitas memanipulasi diri
Memakai topeng-topeng melakoni cerita demi cerita
Dalam drama yang menyesakkan hati...


(Tj. Duren, 09:45, 15 November 2005)

Tuesday, November 09, 2004

Jangan Pernah Meragukan Kesetiaanku

Jangan pernah meragukan kesetiaanku
Karena aku adalah totalitas yang tak pernah mengenal jemu
Tidak juga hanya pada hati, namun hari yang menjadi hari yang akan kita lewati
Akan selalu kubangun menjadi cerita tentang bunga yang merekah
Tentang wanginya, tentang kita yang takkan terbantahkan

Jangan pernah meragukan kesetiaanku
Namun tanyakan pada hatimu, Seperti apa kau memaknaiku..

(Cimahi, 11:01, 08 November 2004)

Friday, November 05, 2004

Tentang Kau

Tentang kau
Yang terkadang datang mengendap
Menyelinap mengusik lamunku
Membawa cerita-cerita yang tak pernah kau tuntaskan

Tentang kau
Yang berkeluh kesah kala temaram
Tentang diri yang tak terdefinisikan
Tentang hastrat yang tak berkesudahan

Tentang kau
Yang selalu pergi menuju badai
Ketika waktu telah menjadi harapan
Meninggalkan mimpi tanpa kejelasan

Tentang kau
Dan aku yang terpaksa untuk mengerti..


(Tj. Duren, 09:57 PM, 04 N0vember 2004)

Monday, November 01, 2004

Saatnya Berhenti Sejenak

Saatnya kita berhenti sejenak
Setelah berwaktu-waktu mengarungi gejolak
Menyusuri hari demi hari dengan keresahan hati, hatinya kita

Saatnya kita mengurai cerita menjadi cerita tentang kita
Mencari jawab pada tanya
Memupuk harapan yang selalu kita taburi ditiap langkah kita

saatnya kita bertanya pada hati
Tentang kita, Tentang perjalanan kita
Tentang kebersamaan yang berusaha kita jadikan abadi

Saatnya kita berhenti sejenak
Untuk kemudian menuai hari kembali


(Cimahi, 03:09 AM, 01 November 2004)
Mengingatmu

Mengingatmu adalah tentang senyum yang menjadi damai
Yang meningkahi hidup menjadi cerita-cerita
Tentang jiwa, tentang hati kita
Tentang kepolosan pada makna
Pada waktu yang tersendiri
Pada saat kita menjadi sembunyi-sembunyi

Mengingatmu adalah tentang kerinduan yang tak terelakkan
Ketika lelah mensiasati kehidupan
Ketika kita menjadi terlarang



(Tj. Duren, 08:24 PM, 31 Oktober 2004)

Monday, October 25, 2004

Izinkan Aku Menjadi Buta Dan Tuli

Lebih baik aku menjadi buta dan tuli
Hingga suatu saat aku takkan melihat rumit parasmu ketika kau menemukan realitas yang tak pernah kau inginkan
Hingga aku takkan mendengar parau keluh kesahmu menolak kenyataan yang telah berjalan

Biarkan aku membunuh diriku sendiri
Lalu hidup untuk terbunuh kembali
Ketika bayangmu yang takkan mampu ku tolak hadirnya mengadiliku dengan caraku sendiri

Biarkan aku sendiri
Merangkai isak menjadi tangis
Dan menghitung tiap-tiap tetesnya sendiri
Hingga akhir masaku

Izinkan aku menjadi buta dan tuli
Lalu sendiri dan pergi...



(Depok, 05:00 AM, 25 Oktober 2004)

Sunday, October 24, 2004

Seperti Ketika

Seperti ketika pesonamu yang menyergapku
Mencabik-cabik kebisuanku dalam gelora yang terus kau nyalakan
Telah menjadi gairah yang tak mampu kupadamkan
Yang terus berkobar menggapai hastrat

Semoga tak ada penyesalan pada waktu yang pasti membawa kita menjadi arang...



(Depok, 01:19 AM, 24 Oktober 2004)

Saturday, October 23, 2004

Hari yang terus berganti
Menjadi waktu yang terus menenggelamkanku
Jauh kedalam gejolak yang tak pernah peduli
padamu
Dan itu liar...



(Tj. Duren, 02:15 AM, 23 Oktober 2004)

Thursday, October 21, 2004

Seandainya kita punya waktu-waktu yang selalu bersama
Adinda, kau akan menjadi teman yangkan selalu menggelorakan semangatku
Agar bisa lebih bermakna
Agar bisa lebih berarti untuk hidup dan kehidupan
Hingga kaupun bisa lebih mengerti bahwa betapa berartinya dirimu
Tidak seperti saat ini, kecurigaan yang selalu mengakibatkan tangismu pada malam-malam dimana akupun resah meratapi hidup yang tak kunjung berpihak


(Depok, 03:10 AM, 21 Oktober 2004)

Wednesday, October 20, 2004

Aku Takkan Menyesali

Aku takkan menangisi senja ini
Yang merangkak perlahan menjadi malam
Ketika kita sama-sama terdiam
Bercerita lirih pada diri sendiri
Pada hati kita yang pernah terpaut oleh janji-janji yang berusaha kita jadikan abadi

Aku takkan lari sembunyi
Kala malam menyergap membawa pekat
Ketika kita sama-sama tak peduli
Pada masa yang semakin terlihat lusuh
Pada hari yang beranjak dengan tanya yang tak pernah terjawab

Aku takkan menyesali waktu yang terus berlalu
Karena kita memang seperti itu...


(Depok, 05:00 AM, 20 Oktober 2004)

Friday, October 15, 2004

Aku Melihatmu

Aku melihatmu
Dengan hati dengan mata hati
Yang bercerita kala jengah akan nasib
Kala hidup yang terus saja menjadi rumit

Aku melihatmu
Seperti ketika kita hanya mampu menahan gejolak
Pada saat kita menjadi tak berdaya
Tersungkur menangisi hastrat yang tercampakkan

Aku melihatmu
Dan kita adalah hidup yang selalu berusaha menjadi tawa
Yang terpingkal pada sudut-sudut waktu
Pada saat-saat yang kita paksakan

Aku melihatmu
Yang menjadi cerita tentang kita
Menjadi waktu yang terus berjalan
Dan kita tak sempat berfikir, entah sampai kapan..



(Tj. Duren, 09:00 PM, 14 Oktober 2004)

Wednesday, October 13, 2004

Bidadari kecil tersenyum diujung senja
Mengucap rindu dengan kepolosan hati
Dan aku yang telah mati
Tersesat diantara kekecewaan dan mimpi-mimpi

Maafkan aku nak, karena tak lagi berdaya


(Tj. Duren, 04:45 AM, 13 Oktober 2004)

Monday, October 11, 2004

Tak usah kau buat ini menjadi sebuah perangkap
Lalu kau sendiri yang memakan umpannya
Dia yang tercipta dalam bingkai bersama akan tetap dalam kebersamaan yang abadi
Ketika mungkin kau tak memiliki jati diri
Bangkitlah dan kembali menjadi petarung dijalanan
Karena ketika kau berfikir bahwa ini merupakan sebuah keharusan
Maka kau akan terdampar dikedalaman yang semakin dalam



(Depok, 02:27 AM, 11 Oktober 2004)

Sunday, October 10, 2004

Demi Sebuah Kehidupan

Langit malam
Dan bulan sabit yang menggantung ditimur angkasa
Hati yang terpancung serta keadaan yang membungkus rapat
Pengap namun kita harus bertahan

Demi sebuah kehidupan
Kita harus melawan
Kita harus bangkit
Keputusasaan adalah kematian yang sia-sia

Hari berganti dan semesta raya ini menyimpan banyak cerita
Suatu saat terlalu naif bila kita masih berada dicerita yang sama
Ya, suatu saat...



(Depok, 03:59 AM, 10 Oktober 2004)

Saturday, October 09, 2004

Purnama yang terabaikan kemarin
Seperti hati yang terjebak antara ruang dan waktu
Jangan pernah mengartikannya sebagai ketakberdayaan
Namun sebuah kondisi yang kan selalu kita lawan
Demi cinta, demi kita, demi masa-masa kedepan
Yang kan selalu kita taburi dengan bunga
Bunga-bunga yang takkan pernah layu sepanjang masa
Dan kita adalah sejati.....



(Depok, 07:58 PM, 8 Oktober 2004)

Tuesday, October 05, 2004

Surat Untukmu, Ibu Dari Anakku

Mungki suatu saat aku akan pergi
Mungkin suatu saat aku akan semakin sulit untuk ditemukan
Maka sebelum itu terjadi
Aku hanya ingin meyakinkan dan memberi keyakinan padamu
Bahwa aku pergi hanya karena segala sesuatu menjadi mustahil disini
Bahwa hari demi hari aku semakin sulit untuk beranjak
Dan keterpakuan merupakan kematian yang sangat menyakitkan
Maka aku harus pindah kota
Bila suatu saat anak kita semakin pintar hingga mampu untuk bertanya
Maka katakan bahwa ayahnya memiliki jalan yang rumit serta melelahkan
Dan harus pergi untuk menjadikannya lebih baik
Suatu saat namun entah kapan
Mungkin dalam tidur pulasnya
Mungkin dalam tangis sedihnya
Mugkin ketika pagi buta
Ketika sesak menjadi sandar yang tak terbangkitkan
Aku pasti akan mendatanginya
Percayalah, sorot matanya, rengek manjanya adalah cambuk yang takkan henti-hentinya mengingatkan
Percayalah, takkan ada kerinduan yang membuat tangis kecuali kerinduan akannya
Dan percayalah, bahwa mamanya memiliki hal yang jauh lebih baik
Jauh lebih hebat dari apa yang dia tampakkan sekarang
Yakinilah itu selalu
Yakinilah dan selalu beri dia keyakinan
Karena dia harus tumbuh dan menjadi besar dengan memiliki keyakinan yang kuat
Dan aku akan selalu percaya padamu
Selalu meyakini itu disetiap langkah perjalananku
Disetiap hirup nafasku....



(Depok, 11:35 AM, Oktober 2004)

Monday, October 04, 2004

Pengembara Malam

Aku akan pergi
Bersama malam-malam sunyi
Jauh susuri kekosongan
Mengobati jiwa yang sakit
Menyumpahi hidup yang pahit

Aku akan pergi
Mengarungi malam-malam yang pekat
Mencari kemilau pada bintang
Menuju timur kemudian kebarat
Menatap keutara kemudian selatan
Mengikuti jiwa, menemani jiwa-jiwa yang sendiri

Aku akan pergi
Dan jangan pernah peduli
Karena aku lebur bersama malam
Bersama hati yang tertebas sepi
Bersama jiwa yang tersayat mimpi

Aku akan pergi
Pada malam-malam, bersama malam-malam
Menjadi gelombang, menjadi semilir
Melintasi hati-hati yang terpancung
Memaknai jiwa-jiwa yang sunyi

Aku akan pergi
Jangan pernah tanya kapan aku kembali
Jangan pernah ungkapkan kerinduan
Karena aku benar-benar pergi
Mengembara bersama malam
Menjadi pengembara malam....



(Tj. Duren, 01:25 PM, 03 Oktober 2004)

Sunday, October 03, 2004

Lelaki Sunyi Berjubah Sepi

Segelas kopi hitam
Sebatang rokok pada asbak
Dan asap adalah teman sejati dalam ruang yang kosong

Badan yang tersandar pada tembok
Setumpuk buku-buku yang lelah kau baca
Sekumpulan kalimat pada kertas yang tergenggam
Yang kau tuliskan, yang selalu kau torehkan
Tentang perjalananmu, tentang cinta dan pencarianmu
Tentang kau, lelaki sunyi berjubah sepi..



(Depok, 01:05 PM, 02 Oktober 2004)

Thursday, September 30, 2004

Tentang Kerinduan

Beratapkan langit pada sebuah dipan
Dari malam-malam kemudian

Dan setelah mata yang tak terpejamkan
Aku rebah lelah bersama dingin
Bersama kekosongan yang mencekam

Jiwa yang selalu meninggalkan hati
Jiwa yang selalu resah dan ingin pergi
Mengembara munuju hutan-hutan
Berjalan diantara tebing-tebing kaki langit
Diantara karang dan debur samudera
Susuri semesta mencari jawab pada tanya
Tentang hati, tentang bungkam yang senyap
Tentang kerinduan
Tentang kerinduan yang sangat.....

(Tj. Duren, 06:24 AM, 30 September 2004)
Dan Cerita Yang Menjadi Sendiri
Rumah-rumah yang tak berhalaman
Rumah-rumah pada gang yang sempit
Dan orang-orang yang berjalan
Dan tawa anak-anak yang bermain
Dan obrolan yang menjadi gosip
Dari pintu menuju pintu
Menjadi cerita, menjadi perselisihan yang tak berujung

Penjual buah menjadi penjual lemari
Kemudian menjadi penjual roti
Yang berteriak silih berganti
Yang terus berganti-ganti
Dan seorang ibu yang menangis
Pada sudut yang sepi
Dari keramaian yang tak peduli

Waktu yang berminggu-minggu
Bayi yang sedang panas tinggi
Dan ayah yang tak kunjung kembali
Entah dimana dan mecari kemana
Tangis menjadi ratap yang sembunyi-sembunyi



(Tj. Duren, 03:00 PM, 29 September 2004)

Wednesday, September 29, 2004

Seperti apa harimu?

Seperti apa harimu
Setelah berwaktu-waktu
Dan hatimu kini seperti bisik
Yang sayup hilang dibawa angin
Jauh dan entah dimana

Seperti apa harimu
Setelah masa itu
Yang penuh cerita dan cerita
Celoteh dan rengek yang mungil
Yang merajuk menjagakan tidur yang hanya sebentar

Seperti apa harimu
Setelah terpenuhi hastratmu
Hastrat yang tersembunyi dalam kata-kata
Dalam steatmenmu dan itu menarik

Seperti apa harimu
Setelah peningkatan kwalitas itu ternyata sepi
Hanya keterdesakan sebuah kondisi
Tentang ketidakmampuan
Tentang kelelahan pada tanggung jawab
Dan taraf yang lebih baik itu ternyata tak ada
Dan kita pada akhirnya hanya waktu yang sia-sia
Sangat sia-sia........

Seperti apa harimu
Setelah aku semakin kehilangan citramu
Tentang dunia dan cita-cita universal kita
Tentang senyum dan keabadian
Tentang hari-hari dan hati yang nyaman untuk anak kita....

Seperti apa harimu
Setelah kita menjalani dunia sunyi kita sendiri-sendiri....



(Tj. Duren, 04:02 PM, 28 September 2004)

Sunday, September 26, 2004

Pada Saat Malam Yang Menjadi Pertama

Pada saat malam hanya lekuk yang telanjang
Hastrat adalah gairah yang terbakar
Yang melepas helai demi helai pakaian
Dan suara yang tersendat menjadi dengus serta erangan

Pada saat pesona yang benar-benar liar
Yang merobek-robek keyakinan
Menjadi hastrat yang menerkam
Menyisakan tanda serta luka berdarah
Menyisakan jerit yang kesakitan

Pada saat menjadi yang pertama
Ketika air mata mengalir pelan
Yang menyiratkan harapan akan kebahagiaan
Dan hati yang terdiam
Terpaku serta kebingungan



(Depok, 10:05 PM, 25 September 2004)
Lelaki dengan raut tertunduk
Susuri jalan pada hening malam
Menembus pekat mengurai kegelisahan
Mencari makna hingga terkapar diawal fajar


(Depok, 07:00 PM, 25 September 2004)

Saturday, September 25, 2004

Dan Waktu Yang Dapat Mengerti

Jarak dan waktu
Dan situasi yang menjadi renggang
Pada sisi hitam dan putih
Pada nuansa dan pesona tersendiri
Sebuah pilihan hati
Dan ketidakmampuan untuk memilih

Waktu hanya pada gelombang
Hanya pada riak yang mengalir
Menjadi arus pada terjal
Menjadi gejolak yang liar
Hingga pada muara yang tenang dan berkedalaman

Dan waktu yang dapat mengerti segala
Pada akhirnya......


(Depok, 11:00 PM, 24 September 2004)


Wednesday, September 15, 2004

Ingat Ini

Pada saat ini dan waktu yang berpihak
Seperti pada lembah yang subur
Kupu-kupu yang meningkahi ratusan bunga dan orang-orang yang tersenyum
Dan hatimu yang terelus
Dan bibirmu yang tersenyum mengembang
Dari sorotmu adalah pendaran semangat
Dari sorotmu segalanya akan semakin membaik
Dan kita akan berladang disini
Menyemai benih-benih kita
Menantinya tumbuh dengan tawa
Dengan cita dan bahagia...

Namun cinta, Jangan pernah menganggap ini selesai
Lalu kau tertidur
Karena itu akan membuatku kembali sepi dan sendiri
Membuatku kembali menghilang dalam mimpi-mimpi mu

Ingat itu cinta...
Ingat, jangan pernah membuatku sepi dan sendiri



(Lembang, 11:47 AM, 14 September 2004)

Sunday, September 12, 2004

Bintang jatuh diantara hati yang bermain dengan sunyi
Diantara kehampaan sesaat menghibur lalu pergi
Bersama pekat, bersama lamunan yang tak berujung
Dan hati yang tak pernah mengerti
Terus terpaku pada sisi yang senyap dan tak berdaya

Selamat malam cinta
Entah kapan kita menemukan tawa yang selalu bersama....



(Depok, 03:32 AM, 12 September 2004)

Sunday, September 05, 2004

Anakku

Anakku, Ayahmu sedang pergi jauh
Berkuda menuju lembah
Mencari padang bertelaga
Mencari kesuburan pada tanah
Mencari tempat untuk hidup

Anakku, Ayahmu sedang dalam perjalanan jauh
Meninggalkan kelakarmu
Meninggalkan manjamu
Mengejar hati dan menuntaskan mimpi
Akan suatu hari
Akan hari-hari dengan satu kata, kebahagiaan...

Dan anakku bersabarlah menjalani hari
Aku pasti kan kembali tuk bersama lagi
Dengan menggenggam mimpi dan membawa kebahagiaan dihati
Segera!, dan kita akan menjadi keluarga yang sejati...



(Bandung, 10:33 PM, 04 September 2004)

Friday, September 03, 2004

Purnama yang membentuk sebuah tanda didasar hati
Seperti lampu suar dikejauhan
Sebagai penuntun menuju arah yang benar
Buat kita dan buat perjalanan panjang kita...



(Lembang, 09:38 PM, 02 September 2004)

Saturday, August 21, 2004

Menunggu Tanpa Batas Waktu

Diantara pohon-pohon
Hati dan ratusan bunga seakan berirama
Dihutan pinus dari balik batangnya yang lurus memanjang
Dari balik siluet sinar mentari pagi yang menguning
Mungkin kau akan datang
Dengan rambutmu yang tergerai
Membawa pesona
Membawa bunga yang akan mewangi sepanjang hari

Ah, semilir yang dingin ini
Tentu akan mempermainkan rambutmu dan membuatnya semakin bernuansa
Dan aku semakin jatuh cinta
Semakin jatuh cinta

Disini, aku akan selalu menunggu mimpi bersamamu
Tanpa batas waktu......



(Lembang, 08:11 AM, 21 Agustus 2004)

Wednesday, June 02, 2004

ketika matahari meninggi
ketika mimpi-mimpi pergi
hidup akan kembali bergejolak penuh siksa
hasrat yang terbuang
gairah yang tercampakkan

Detik demi detik tersayat
menjadi luka
menjadi duka yang terdalam
hari-hari adalah perjalanan menuju kematian

sebuah kerinduan pada keabadian



(Depok, 01:00 PM, 01 Juni 2004)

Thursday, April 29, 2004

Seperti yang pernah kau taklukan
Seperti sorot matamu yang telah menghentikan pencarian
Semenjak gejolak yang tak pernah padam
Hingga kini tetap merupakan geliat
Yang terus kan menggapai nuansamu


(Depok, 03:45 AM, 29 April 2004)


Thursday, January 01, 2004

Tentang........
Jangan pernah membiarkan pikiran berkembang sendiri. Dia akan menjelma menjadi ribuan anak panah yang siap menghunjam. Dan itu menyakitkan, sangat menyakitkan. Kita harus mengkebirinya serta sedikit merabunkan mata. Hidup dalam kepura-puraan. Namun tetap saja tragis.
Ketika otak meronta dalam kesunyian. Menangkap lalu memenjarakannya dalam tulisan mungkin merupakan pilihan yang bijak.
Dalam hidup banyak yang harus dipertimbangkan. Dan sangat menyebalkan menjadi manusia yang mampu mempertimbangkan. Hidup dalam ambang batas antara pahit dan ketiadaan. Menuju kehampaan dan sirna. Dalam kegelapan menyalangkan mata menatap tingkah laku. Diantara tindakan tentang pembenaran. Tentang ketidakmengertian. Dan kebingungan akan makna.
Hanya tatap kecil dan langkah-langkah kaki yang mungil. Suara-suara yang mengelus nurani dan amarah. Menyiram kobaran hingga padam dan lunglai dipenghujung malam. Tentang masa menuju masa. Sebuah era yang menanti dan segenggam tanggungjawab yang memang telah ada.
Ini tentang keinginan. tentang sebuah cerita. Sebuah ego dan ketidakmampuan. Dan tentang sebuah kesimpulan, Akankah perjalanan ini memang harus dihentikan?
Sebuah situasi dimana tidak ada pilihan yang menyenangkan, walau banyak kemungkinan. Apapun tetap saja kegetiran.
Meletakkan harapan pada perjalanan sang waktu. Sebuah pilihan yang tak mungkin dikembalikan. Yang sudah terpatri dan membentuk jati diri.
Gejolak yang padam dan arang perlahan menjadi debu, halus dan berterbangan ditiup zaman yang berganti peran. Semoga yang hadir kemudian sampai pada pintu gerbang yang dinantikan. Lalu terbang mengepak meninggalkan malam........
(Depok, 01:00 AM, 01 Januari 2004)