Tuesday, March 29, 2005

Dari (Negeri Leluhurmu) Utara

Dari utara
sayup seperti bisik
Ketika keringat tak juga tertebus bahagia
Hidup berkecamuk
Daya hilang
Lelah merajang
Tersungkur ditikam kenyataan
Maka sebaiknya kau pulang
Kembali merengkuh damai negerimu
Seperti dulu

Dari utara
Dengan senyum kami
Kau bisa membangun kejayaanmu kembali


(P. Jawa, 04:00, 29 Maret 2005)

Saturday, March 26, 2005

Perawan berlutut ketika purnama tegak
Ketika kerinduan tak lagi tertahan
Setelah tiga purnama persembahan terabaikan
Dipuncak bukit diatas karang
Tak lagi ratap tersedu
Tetapi lengking menyayat hati...

Friday, March 25, 2005

Maka Simpan Kata Maafmu

Ini tidak tentang siapa yang terluka
Terseok menahan derita terdalam
Namun kita memang telah menjadi siksa
Terbakar tak berdaya
Ditengah kobaran yang telah kita sulut sendiri

Ini tentang karma
Tentang waktu yang terlahir
Suatu masa penebusan
Yang harus dibayar hingga tuntas

Maka simpan kata maafmu itu
Karena yang terpenting
Seperti apa kita memahaminya


(Tj. Duren, 09:57PM, 25 Maret 2005)

Thursday, March 17, 2005

Telah kububuhkan titik
Takkan ada yang tertoreh lagi setelahnya...


(Cempaka Mas, 16:45, 17 Maret 2005)

Monday, March 07, 2005

Angkara meraung setinggi hati
Ketika kekasih berkhianat
Ketika mimpi menyelinap pergi
Tanpa peduli...

(Tj. Duren,01:00 AM, 07 Maret 2005)
Berakhir Dimatamu

Kebencian bergelora
Bergejolak seperti amuk samudera
Berawal dari matamu
Pesona dari gemerisik daun
Yang terjatuh helai demi helai
Ketika badai datang
Ketika purnama terpangkas mendung
Malam menjadi kelam
Mimpi pudar kehilangan warna
Kekasih berkhianat tanpa cela

Kebencian bergelora
Menggelegar seperti petir dianggkasa
Berakhir dimatamu
Yang menatap setajam belati
Menikam tepat ditengah hati
Darah yang menetes
Seperti dendam yang terlahir
Menjadi kesumat yang terdalam
Mengendap jauh didasar hati
Didasar kepercayaan diri

(Tj. Duren, 11:00 PM, 06 Maret 2005)

Sunday, March 06, 2005

Jiwa-jiwa yang bebas
Jiwa-jiwa yang mengepakkan sayap membelah angkasa
Melukis pada langit
Menebarkan warna-warna
Tentang ekspresi kebebasannya


(Jakarta, 04:25 PM, 05 Maret 2005)
Aku Yang Menjadi Dendam
Aku terdampar dinegeri tanpa matahari
Dimana tak ada warna melainkan kegelapan yang bungkam
Pada ruang yang hanya menyisakan kenangan
Tentang hari-hari yang tak bisa kupahami

Aku meniti waktu yang menjadi dendam
Menjadi kesumat pada hati yang terdalam
Menjadi mimpi-mimpi yang takkan pernah terlupakan
Tentang cerita, tentang cinta
Tentang duka yang menjadi tangis dikemudian


(Tj. Duren, 10:00 AM, 05 Maret 2005)

Saturday, March 05, 2005

Pada saat kau mulai mengerti
Aku mungkin telah berlayar jauh menuju seberang
Pergi membawa kenangan
Membawa mimpi-mimpi yang tak pernah bisa kita selesaikan...

(Tj. Duren, 06:22 AM, 05 Maret 2005)

Friday, March 04, 2005

Kemana Perginya?

Kemana perginya gejolak dimatamu
Bagai senja yang luruh
Kau hilang

Tandas dibekap malam

Ketika aku masih mengenang tajam sorotmu
Dalam sayatanmu
Seperti luka yg berbekas setelahnya
Seperti jiwa yang cacat karenanya

Dimana keteguhan hatimu
Setelah berwaktu-waktu kokoh laksana karang



(Ujung Aspal, 10:22 PM, 03 Maret 2005)
Keresahan berkecamuk ketika badai menjelang
Gelombang datang menghantam tanpa cela
Kau yang terlempar setelahnya
Hilang tersedot arus
Jauh dikedalaman Samudera


(Ujung Aspal, 06:06 PM, 03 Maret 2005)
Perempuan bertelanjang kaki
Termenung ditengah padang
Menatap kosong pada kaki langit
Berguman pada desau
Pada rambutnya yang berkibar seperti ilalang
Seperti sedang mengutuki waktu
Yang menyimpan benih dendam...



(Ujung Aspal, 05:15 PM, 03 Maret 2004)

Thursday, March 03, 2005

Tidak Untuk Ditangisi...

Paruh senja mematuk kaki langit
Hari yang terkapar karenanya
Merangkak perlahan
Tersendat pada sudut-sudut yang senyap

Paruh usia yang sombong
Tercabik-cabik diterkam zaman
Terlukanya hati
Tersayat pada semua mimpi-mimpi

Dan hari demi hari setelahnya
Semua hal, semua cerita yang telah berlalu
Segala luka yang tergores karenanya
Tidak untuk selalu ditangisi...



(Ujung Aspal, 09:07 PM, 02 Maret 2005)
Sepercik api menggelora
Ketika manjamu terhantar polos
Laksana kicau pada pagi buta
"Aku kan bangkit", gumanku...
Kembali meretas perjalan ini
Untukmu, untuk renyah candamu
Tiada yang lain...

(Pondok Gde, 09:52 AM, 02 Maret 2005)