Saturday, February 06, 1999

Aku dan putri dari negeri dewa-dewa

Kucoba untuk kembali
Kembali kemasa jiwa belum terkotori noda-noda kehidupan menghitam
Yang membuat kusam lembaran putih pemberian tuhan
Aku adalah anak desa kecil bertelanjang dada
Berbau masam tanah rimba belantara
Menghirup udara yang berputar-putar diantara pepohonan tinggi menjulang
Begitu riang melompat-lompat menaburi tanah desa dengan canda tawa
Aku adalah anak desa kecil tak pernah mengenal gemerlap hidup kota
Gemerlap yang menyimpan selaksa dusta
Gemerlap yang berikan janji-janji hitam
Gemerlap yang kusamkan lembaran putih pemberian tuhan
Aku adalah anak desa kecil memiliki cita putih seputih bulan purnama yang tergantung indah disudut langit desa
Memiliki cita pada gadis kecil bertopi lebar yang menari-nari dirimbun pohon-pohon batas desa
Gadis kecil yang cantik jelita bagai putri dari negeri dewa-dewa
Menabur cinta pada bunga-bunga, pada pohon-pohon, pada burung-burung, pada semilir angin pucuk daun

Ah, aku iri pada itu semua
Aku iri pada bunga-bunga, aku iri pada pohon-pohon, aku iri pada burung-burung, aku iri pada semilir angin
Aku iri karena putri tak melihatku disini, dipunggung sapi gembala
Aku iri karena putri tidak menari-nari menabur cinta disini, dihamparan hijau rumput desa
Inginku menjadi bunga-bunga, agar putri mencium harumku
Inginku menjadi pohon-pohon, agar putri mengajakku menari-nari
Inginku menjadi burung-burung, agar kicauku damaikan hati sang putri
Inginku menjadi semilir, agar dapat membelai indah rambut sang putri
Inginku menjadi segala, agar putri menabur cinta padaku

Ah, aku harus kesana, ketempat putri bersenandung damai kehidupan desa
Ketempat putri menari-nari dengan sejuta damai, dengan sejuta rasa
Namun aku hanya terpesona disini, dibalik daun talas tepi parit berlumpur nodai kaki celana
Aku tak kuasa menyibak daun ini, melangkah kesana mengucap cita, memegang tangan sang putri menabur cinta bersama
Aku hanya mampu terpesona dan terus akan menjadi pesona

Hingga kini dan sampai kapanpun juga